NEUROSAINS PEMBELAJARAN
Makalah ini dibuat Guna Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah: Psikologi Pembelajaran Anak MI
Dosen Pengampu: Dr. Casmini, M.Si
Disusun Oleh:
WIJAYANTI WULAN SEPTI
1220420021
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MI
PROGRAM PASCA
SARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Otak mengendalikan semua fungsi
tubuh. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Jika otak sehat, maka akan
mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, apabila
otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental bisa ikut terganggu. Seandainya
jantung atau paru-paru berhenti bekerja selama beberapa menit, Anda masih bisa
bertahan hidup. Namun jika otak berhenti bekerja selama satu detik saja, maka
tubuh berarti mati. Itulah mengapa otak disebut sebagai organ yang paling
penting dari seluruh organ di tubuh manusia. Selain paling penting, otak juga
merupakan organ yang paling rumit. Membahas tentang neurosain secara detail
bisa memakan waktu berhari-hari. Oleh karena itu disini kita akan membahas otak
secara garis besarnya saja sekedar membuat kita paham bagian-bagian dan penerapannya
dalam pembelajaran.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah terkait materi
neurosain adalah sebagai berikut:
1.
Apa itu
neurosain?
2.
Bagaimana
sistem saraf itu?
3.
Bagaimana
struktur otak?
4.
Bagaimana
keterkaitan emosi dengan otak?
5.
Bagaimana
aplikasi neorosain dalam pembelajaran?
6.
Bagaimana
hasil dari penelitian-penelitian yang berkaitan dengan neurosains pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Neurosains
pembelajaran
Neurosains adalah ilmu yang khusus
mempelajari neuron (sel saraf).[1]
Sedangkan neurosains pembelajaran adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan
sistem saraf dengan pembelajaran dan perilaku.[2]
Sel-sel saraf ini yang menyusun sistem saraf, baik susunan saraf pusat (otak
dan saraf tulang belakang) maupun saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan 12
pasang saraf kepala). Umumnya para neurosaintis memfokuskan pada sel saraf yang
ada di otak. Sel saraf bukan merupakan unit terkecil, karena yang disebut unit
terkecil adalah sinapsis (titik pertemuan dua sel saraf yang memindahkan dan
meneruskan informasi). Bahkan, ini berlangsung pada tingkat molekuler seperti
gen-gen. Semua yang berlangsung di tingkat sinapsis menjadi dasar dari sensasi,
persepsi, proses belajar dan memori serta kesadaran. Otak merupakan komponen
fisik dan fungsional yang mendasari proses belajar. Pengetahuan tentang otak
tidak saja penting dalam proses pembelajaran (learning), tetapi
keseluruhan dalam proses pendidikan.
B.
Neuron dan Sistem
Saraf
Sel adalah bagian terkecil dari suatu
organisme.[3]
Susunan saraf terdiri dari sel-sel saraf. Di dalam sel saraf terdiri dari:
(a) sel saraf, dan (b) serabut-serabut
saraf. Sel saraf terdiri atas cytoplasma dan nucleus atau inti saraf.
Cytoplasma atau pada umumnya disebut protoplasma mempunyai lanjutan pada kedua
ujungnya. Fungsi dari lanjutan – lanjutan (ujung-ujung saraf) itu ada yang
membawa rangsangan ke sel saraf dan ini disebut sellulifetal. Ada pula
ujung-ujung saraf yang membawa rangsang ke luar dari sel disebut sellulifugal.
Lanjutan-lanjutan sitoplasma dari suatu sel disebut serabut-serabut saraf.
Serabut-serabut saraf yang berfungsi sellulifetal disebut dendrit. Dendrit
berasal dari bahasa Yunani dendron yang berarti “pohon”.[4]
Dendrit itu dan seluruh selaput yang menutupi sel tubuh menerima pesan dari
neuron yang berdekatan. Pesan ini secara berurutan dikirim ke neuron lain (atau
ke otot dan kelenjar) melalui sebuah penyambung sel yang menyerupai tabung
panjang dan tipis yang disebut akson. Jika kason terkena rangsangan pada
saatnya, akson itu akan mengeluarkan implus ke salah satu arah (yang menuju ke
sel tubuh atau menjauhi sel tubuh). Tetapi impuls, saraf itu dapat menyeberangi
penghubung antarneuron, yang disebut sinapsis, hanya dalam satu arah, dari
akson ke arah sel tubuh atau dendrit. Sedangkan serabut-serabut saraf yang
berfungsi sellulifugal disebut neurit. Gambar berikut merupakan gambar sebuah
sel saraf dengan bagian-bagiannya.
Terdapat tiga jenis neuron, neuron
sensorik (disebut juga neuron aferen) mengirimkan impuls yang diterima reseptor
ke saraf pusat. Reseptor itu mengirimkan sel khusus dalam organ penginderaan,
otot, kulit serta sendi yang mendeteksi adanya perubahan secara fisik atau
kimiawi dan menyimpulkan kejadian tersebut ke dalam impuls yang menjalar
sepanjang neuron sensorik. Neuron motorik (disebut juga neuron eferen) membawa
isyarat yang keluar dari otak atau saraf sumsum tulang belakang ke organ
efektor terutama otot dan kelejar. Interneuron, disebut juga neuron-neuron
asosiatif menerima isyarat dari neuron sensorik dan mengirimkan impuls
interneuron lain ke neuron motorik. Interneuron hanya terdapat dalam otak dan
saraf sumsum belakang.
Urat saraf merupakan kumpulan akson
yang direntangkan yang terdapat dalam beratus-ratus atau beribu-ribu neuron
aferen dan eferen. Diantara neuron terdapat sejumlah besar sel glial (berasal
dari bahasa Yunani, glia yang berarti “perekat”) yang saling berjalinan secara
erat. Sel glial membantu neuron melekat pada tempatnya dan memberinya zat makanan.[5]
Jumlah sel glial ini lebih dari lima hingga sepuluh kali lipat dari jumlah sel
saraf otak.[6]
C.
Struktur otak
Otak dibagi menjadi 4
1.
Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang
juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum
membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa,
kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual
atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum secara terbagi
menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol
disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus.
Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal,
Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
a.
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak
Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan
gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa
secara umum.
b.
Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan
seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c.
Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d.
Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi
terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih
bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar)
juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan
otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di
bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh,
dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam
kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan
berpikir rasional.
2.
Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang
kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak
fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Cerebellum merupakan kunci dalam mendapatkan keterampilan motorik[7].
Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian
gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi
cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang
tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju.
3.
Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang
tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar
manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight
or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan
buaya. Oleh karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil.
Otak reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif.
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a.
Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak
tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b.
Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol
funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan
pencernaan.
c.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita
terjaga atau tertidur.
4.
Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, merupakan struktur sirkuit di tengah yang memutari thalamus.[8]
Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama
dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur
produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan
seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. Bagian
terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya
adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang
tidak. Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak
tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau
tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung
menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran
kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan
perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai
tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan
dan kejujuran.
|
D.
Keterkaitan
Emosi dengan Otak
1.
Teori Emosi
Cannon (1927) menyatakan bahwa
peranan utama emosi berada di talamus, yang merupakan bagian inti dari pusat
otak.[9]
Canon berpendapat bahwa talamus memberikan respon terhadap stimulus yang
membangkitkan emosi dengan mengirim impuls secara serempak ke korteks cerebral
dan ke bagian tubuh yang lain. Perasaan emosional merupakan akibat
keterbangkitan korteks dan sistem saraf simpatik. Menurut teori ini yang
dikembangkan oleh Bard dan dikenal sebagai teori Cannon Bard, perubahan
badani dan pengalaman emosi terjadi pada saat yang sama.
Penelitian berikutnya memperjelas
kenyataan bahwa hipotalamus dan sebagian tertentu dari sistem limbik, bukan
talamus, merupakan pusat otak yang paling banyak terlibat langsung dalam
integrasi respons emosional. Impuls dari kawasan ini dipancarkan ke inti sel dalam
batang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom
bekerja secara langsung pada otot dan organ internal untuk menginisiasi
beberapa perubahan badani yang mencirikan emosi dan bekerja secara tidak
langsung dengan merangsang hormon adrenal untuk menimbulkan perubahan badani
lainnya.
Emosi bukan peristiwa sesaat,
tetapi pengalaman yang terjadi selama beberapa saat. Pengalaman emosional dapat
ditimbulkan oleh masukan eksternal pada sistem sensoris, kita melihat atau
mendengar stimulus yang membangkitkan emosi. Tetapi sistem saraf otonom menjadi
aktif segera setelah itu, sehingga umpan balik dari perubahan badani menambah
pengalaman emosional. Jadi, pengalaman sadar kita tentang emosi melibatkan
integrasi informasi tentang keadaan fisiologis tubuh dan informasi tentang
situasi yang membangkitkan emosi.
Bentuk-bentuk emosi ada tiga aspek,
yaitu: 1) aspek kognisi, 2) kesigapan, 3) perasaan. Penilaian seseorang
terhadap situasi yang membangkitkan emosi merupakan faktor penentu respons
emosional yang penting. Schachter (1971) yakin bahwa emosi merupakan fungsi
interaksi faktor kognitif dan keadaan keterbangkitan fisiologis. Teori kognitif
fisiologis tentang emosi mengemukakan bahwa umpan balik ke otak dari aktivitas
fisiologis menimbulkan keadaan keterbangkitan yang tidak berbeda, tetapi emosi
yang dirasakan ditentukan oleh “label” yang diberikan orang pada keadaan
keterbangkitan itu.[10]
Penentuan label merupakan proses kognitif, individu menggunakan informasi dari
pengalaman masa lampau dan persepsinya tentang keadaan saat ini untuk
menginterpretasi perasaannya. Interpretasi ini akan menentukan label yang mereka gunakan untuk memberikan keadaan
emosional mereka.
Kesigapan untuk melakukan tindakan
bergantung pada sistem saraf autonom yang memiliki dua percabangan, sistem
saraf simpatetik dan parasimpatik. Sistem saraf simpatetik mempersiapkan tubuh
untuk respons yang singkat, intens dan “melawan atau melarikan diri” yang penuh
semangat. Sistem saraf parasimpatetik meningkatkan pencernaan dan proses lain
yang bertujuan mengonservasi energi serta menyiapkan diri untuk persiapan
selanjutnya. Akan tetapi tiap situasi memerlukan pembangkitan sistem saraf
simpatetik dan parasimpatetik dengan campuran yang unik.
2.
Amigdala
Amigdala adalah struktur dalam
sistem saraf berbentuk seperti almonds yang terletak di dasar lobus
temporalis. Amigdala merupakan bagian dari sistem limbik yang terlibat dalam
pengalaman emosional dan fungsi seksual. Struktur ini berperan dalam ingatan
yang bersifat emosional dan terbentuk dari sebuah nukleus atau kluster badan
sel. Amigdala tumbuh dan mencapai puncak perkembangannya sebelum usia 4 tahun.[11]
Karena itu pada anak-anak di bawah 4 tahun, sensasi dan rangsangan yang paling
cepat ditangkap, dikonsilidasi dan disimpan adalah sensasi-sensasi yang
bersifat emosional. Pengalaman-pengalaman emosional pada anak usia ini
merupakan pengalaman hidup yang terpatri kuat. Pengalaman atau pelajaran pada
usia ini akan berdampak lebih kuat jika diberikan dengan nuasa emosi yang
tinggi, misalnya melalui bermain. Amigdala menyimpan memori tentang peristiwa
emosional, menerima input dari sistem visual, auditif dan pencernaan, termasuk
bagian otak yang mengenal rasa dan sentuhan. Amigdala adalah peran stimulasi,
regulasi, emosi dan respon emosional terhadap informasi sensor serta
mengevaluasinya dengan cepat dalam menentukan nilai emosionalnya serta
mengambil keputusan terhadap kejadian tertentu. Jadi amigdala adalah struktur
yang menghubungkan antara emosional dan rasio atau kesadaran emosional
(emotional awareness). Sebagai contoh, apabila kita menghadapi rasa takut maka hal
ini adalah suatu komponen dari kondisi emosional yang cirinya adalah kondisi
tergerak (a state of being moved). Komponen emosi lainnya adalah
kesadaran (awareness) yang dirasakan. “Emotional awareness” kemudian
timbul untuk menentukan tindakan yang diambilnya terhadap rasa takut tersebut.
Joseph Le Doux (1996) dalam buku The
Emosional Brain menulis bahwa sistem emosional utama yaitu rasa takut
mencakup amigdala dan bagian frontal dari korteks singulat (cingulater
cortex, yaitu struktur setengah lengkung yang melingkupi bagian tengah otak
atau daerah limbik melalui jalur neuron, visual dan auditif yang mengait
langsung ke struktur yang berbentuk almond tersebut).[12]
Struktur ini ditemukan di setiap belahan bagian tengah otak. Amigdala
mengirimkan serabut ke hipotalamus dan batang otak, tempat pernafasan,
keringat, denyut jantung, pembuluh darah dan tonus otak dikendalikan.
3.
Belahan otak
kiri dan kanan
Hipotesis lain mengemukakan kaitan
antara dua belahan dengan kategori emosi yang berbeda. Menurut Jeffrey Gray
(1970), aktivitas belahan otak kiri terutama lobus frontal dan temporalnya
berkaitan dengan sistem aktivasi perilaku. Hal tersebut ditandai dengan
peningkatan aktivitas (saraf) autonom dari level rendah hingga tinggi dan
kecenderungan untuk mendekat (ke orang lain) yang dapat mengindikasi kesenangan
atau kemarahan. Peningkatan aktivitas lobus frontal dan temporal belahan otak
kanan diasosiasikan dengan sistem inhibisi perilaku yang meningkatkan perhatian
dan pembangkitan, menginhibisi tindakan dan menstimulasi emosi, antara lain
rasa takut dan muak.[13]
Perbedaan antarkedua belahan otak
berkaitan dengan kepribadian. Secara rata-rata, individu yang memiliki aktivasi
korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak kiri cenderung lebih bahagia,
mudah bergaul dan lebih suka bersenang-senang. Individu yang memiliki aktivitas
korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak kanan cenderung lebih tertutup,
tidak puas dengan hidup dan lebih mudah emosi yang tidak menyenangkan.[14]
Belahan otak kanan lebih responsif
terhadap stimulus emosional daripada belahan otak kiri. Sebagai contoh,
mendengar suara tawa atau tangis akan lebih mengaktivasi amigdala kanan
daripada amigdala kiri. Ketika seseorang mengamati wajah, perhatian yang
dicurahkan untuk mengenali ekspresi emosi akan meningkatkan aktivitas korteks
temporal belahan otak kanan.
E.
Aplikasi
Neorosains dalam Pembelajaran
Optimalisasi otak pada dasarnya
adalah menggunakan seluruh bagian otal secara bersama-sama dengan melibatkan
sebanyak mungkin indra secara serentak. Penggunaan berbagai media pembelajaran
merupakan salah satu usaha membelajarkan seluruh bagian otak, baik otak kiri
maupun otak kanan, rasional maupun emosional atau bahkan spiritual. Permainan
warna, bentuk, tekstur dan suara sangat dianjurkan. Ciptakan suasana gembira
karena akan merangsang keluarnya endorfin dari kelenjar di otak dan selanjutnya
mengaktifkan asetilkolin di sinapsis.[15]
Seperti diketahui sinapsis yang merupakan penghubung antar sel saraf
menggunakan zat kimia terutama asetilkolin sebagai neurotransmitternya. Dengan
aktifnya aseltilkolin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Lebih jauh
suasana gembira akan mempengaruhi cara otak dalam memproses, menyimpan dan
mengambil kembali informasi. Tiga hal penting dalam belajar menurut Susan
(1997) adalah: 1) bagaimana mengambil dan menyimpan informasi dengan cepat,
menyeluruh dan efisien, 2) bagaimana menggunakannya untuk menyelesaikan
masalah, dan 3) bagaimana menggunakannya untuk menciptakan ide. Optimalisasi
dapat dilakukan dengan membuatnya dalam keadaan waspada yang relaks sebelum
dimasuki informasi.
Musik yang menenangkan dan latihan
pernafasan dapat menghilangkan pikiran yang mengganggu dan mengkondisikan otak
agar waspada dan relaks. Musik juga dapat mengaktifkan otak kanan untuk siaga
menerima infromasi dan membantu memindahkan infromasi tersebut ke dalam bank
memori jangka panjang. Musik memang membantu proses transmisi pesan yang
berlangsung di ujung-ujung saraf. Gelombang otak yang berada pada posisi alfa
telah memungkinkan pemaduan, pengkodisian dan konsilidasi seluruh pesan yang
masuk.[16] Kondisi relaks dan waspada merupakan
pintu bawah sadar. Jika informasi
dibacakan dengan dibarengi musik dan aroma menenangkan, maka akan mengambang di
bawah sadar dan ditrasmisikan dengan lebih cepat serta disimpan dalam “file”
yang benar.
Disamping membutuhkan kondisi
waspada yang relaks, otak juga membutuhkan oksigen untuk bekerjanya. Berhentinya
pasokan oksigen akan merusak sel-sel saraf di otak. Ruang kelas dengan
penyediaan oksigen yang berlimpah sangat kondusif untuk belajar. Pohon-pohon
dengan daun rimbun di luar kelas dapat menjadi sumber oksigen. Olahraga yang
dilakukan teratur, tidak hanya akan membugarkan tubuh namun juga akan memperkaya
darah dengan oksigen dan meningkatkan pasokan okseigen ke otak. Kekurangan zat
besi (sayuran hijau) akan menurunkan rentang perhatian, menghambat pemahaman
dan secara umum mengganggu prestasi belajar. Kurangnya kalium (buah dan
sayuran) akan menurunkan rentang perhatian, menghambat pemahaman, dan secara
umum mengganngu prestasi belajar. Kurangnya kalium (buah dan sayuran) akan
mengurangi aliran listrik di otak sehingga akan menurunkan jumlah informasi
yang dapat diterima otak. Dengan demikian makan pagi dengan mengkonsumsi banyak
buah, makan siang dengan prinsip empat sehat dan makan malam dengan menambahkan
susu akan mengoptimalkan otak. Demikian
juga dengan olahraga teratur dan minum banyak air putih sebagai penghilang
racun akan mendukung kerja otak.
Rekayasa lingkungan belajar yang
nyaman dan relaks akan memudahkan pengambilalihan tugas dari otak kiri yang
rasional ke otak intituitif yang menerima asupan informasi bawah sadar. Intuisi
adalah persepsi yang berada di luar
pancaindera meskipun tetap bukan hal mistik, karena tetap bersifat logis.
Menyimpan informasi dengan pola asosiatif dan tidak linear merupakan langkah
pertama menuju pengembangan kemampuan otak yang belum dikembangkan. Belajar
melalui praktik akan melibatkan banyak indra sehingga memori akan lebih mantap.
Setiap orang memiliki dominasi indra secara individual. Apabila guru dapat mendominasi
indera pada masing-masing peserta didiknya maka akan dapat memberi layanan
dengan tepat.
Secara umum ada 10 hukum dasar otak
yang relevan dalam bidang pendidikan.[17]
Hukum-hukum itu antara lain: 1) keunikan, 2) kekhususan, 3) sinergisitas, 4)
hemisferik dan dominasi, 5) verba-grafis, 6) imajinasi dan fakta, 7) plastisitas
sel saraf, 8) kerja serempak, 9) simbiosis rasio-emosi-spriritualitas, dan 10)
otak laki-laki-otak perempuan. Otak bukan sekedar struktur (benda-organik),
tetapi fungsi dan sifat. Karena itu, otak merupakan titik utama pengembangan
manusia dalam bidang pendidikan. Tidak saja untuk belajar mengajar tetapi juga
bagi pendidikan secara keseluruhan.
1.
Keunikan
Otak merupakan sistem yang dinamis
atau sistem yang hidup (living system). Otak tidak saja tumbuh dan
berkembang tetapi otak juga terbuka terhadap intervensi dari luar. Karena dapat
diintervensi dari luar, otak setiap orang itu unik. Pengalaman, pendidikan dan
gaya hidup yang berbeda membuat otak menjai berbeda. Otak dapat berkembang tak
terbatas tanpa memperbesar ukuran tengkorak. Otak tidak pernah istirahat,
bahkan ketika tidurpun otak bekerja. Sebagai sistem yang hidup, otak harus di charge
supaya bisa hidup secara dinamis. Ahli otak memperkirakan bahwa manusia
rata-rata baru memakai 20-50% dari potensi otak. Potensi alam bawah sadar, intuisi
dan konektivitas belum dipakai secara baik. Hal tersebut menjadikan setiap
orang berbeda dalam banyak hal. Karena itu tidak ada teknik belajar yang baku
dan tunggal untuk semua orang. Pendidik harus dapat mengemas teknik-teknik
belajar yang memperhatikan keunikan ini.
2.
Kekhususan
Para ahli (Howard Gardner, ahli
saraf dan pendidikan dari sekolah kedokteran Boston dan sekolah pendidikan
Harvad) menemukan kemampuan otak berkaitan dengan kekhususan seseorang dalam
memanfaatkannya. Kemampuan ini (Gardner menyebutnya Multiple Inteligence)
didukung oleh perbedaan struktur otak pada setiap orang. Perbedaan ini terjadi
antara lain karena manifestasi kekhususan genetik pada proses perkembangan
susunan syaraf pusat. Prinsip kedua ini menunjukkan adanya keunggulan yang
bersifat khas pada setiap orang. Anak yang unggul dalam bidang matematika
tidaklah berarti lebih unggul dibandingkan dengan anak-anak lain yang pintar
main basket, menari, atau memainkan biola. Sekolah yang baik harus memberikan
ruang yang luas bagi pengembangan semua kecerdasan ini.
3.
Sinergisitas
Otak dan
seluruh bagian tubuh, terutama organ gerak dan organ indera memiliki hubungan
sinergis. Bagian motorik dan sensorik di otak memiliki hubungan saraf melalui
pelepasan zat-zat kimia bernama neurotransmitter dengan indera dan organ
gerak. Rangsangan pada beberapa organ secara bersamaan akan memberikan efek
lebih baik dibandingkan hanya 1 organ. Otak lebih cepat menangkap informasi
yang melibatkan dua kelompok organ ini sekaligus.[18]
Keadaan otak dalam kondisi alfa (gelombang otak 8-14 kali per menit)
merupakan keadaan yang paling optimal untuk belajar. Keadaan ini akan
merilekskan otot-otot, menstabilkan denyut jantung. Belajar di bawah tekanan,
pemaksaan dan dalam keadaan lelah akan merangsang otak memasuki kondisi beta.
Dalam kondisi beta ini proses penerimaan dan pengelolaan informasi menjadi
tidak efektif. Pembelajaran dan pendidikan harus dapat mempertahankan
sinergisitas otak- tubuh.
4.
Hemisferik dan
dominasi
Dalam prinsip ini setiap orang
memiliki gaya dan cara yang unik dalam belajar, pemerolehan informasi dan
strategi pemecahan masalah. Tidak ada otak yang sama. Karena itu, tidak ada
teknik belajar mengajar yang sama.
5.
Verba-grafis
Memori akan
tertata dengan baik, efektif dan efisien jika diformulasikan dalam bentuk kata
dan gambar. Memori akan tertata dengan baik, efektif dan efisien jika
diformulasikan dalam bentuk kata dan gambar. Pembuatan catatan yang baik tidak
saja untuk melestarikan informasi di buku tulis, tetapi juga memudahkan otak
untuk mengkode, menyimpan dan memanggil kembali informasi tersebut.
6.
Imajinasi dan
fakta
Imajinasi dan fakta merangsang
kerja otak dengan cara yang sama. Kejadian yang bersifat traumatis dan
emosional akan merangsang otak bekerja sama persis jika kejadian itu hanya
dibayangkan.
7.
Plastisitas
sel saraf
Setiap keping informasi disimpan
dalam sel-sel saraf. Tepatnya, disimpan dalam bentuk perubahan molekul-molekul
kimia di dalam dan di luar sel saraf. Jika informasi diterima dengan cara yang
cocok dengan mekanisme otak, akan terjadi penguatan hubungan antar sel saraf
melalui perubahan molekuler. Semakin sering otak dipakai, semakin banyak
perubahan molekuler yang terjadi dan semakin kuatlah memori. Perubahan akan
semakin cepat terjadi jika berkaitan dengan informasi yang tidak lazim. Hal-hal
yang tak lazim lebih cepat merangsang otak.
8.
Simultanitas
Ketika
merespon sebuah informasi, seluruh bagian otak bekerja sama secara serempak.
Walaupun pusat pengaturan informasi berada di bagian yang berbeda-beda di otak,
bagian-bagian itu akan bekerja serempak ketika menerima dan memproses
informasi. Ketika melihat sebuah gambar bergerak, bagian otak yang menyerapi
bentuk, gerakan, warna dan nuansa emosi akan segera bereaksi. Hasilnya adalah
respons yangutuh. Kerja serempak otak ini mirip dengan orkestra yang dipimpin
oleh seorang dirigen. Jika seluruh bagian otak dapat dirangsang untuk bekerja
secara serempak, penyerapan informasi akan menjadi lebih efektif. Otak memiliki
kemampuan mendeteksi perubahan secepat apapun, dalam hitunga detik.
9.
Simbiosis
rasio-emosi-spiritualitas
Rasio dan emosi menjadi penopang
utama spiritualitas manusia. Jika rasio dan emosi memberikan kepada manusia
keunggulan yang bersifat teknik dan diperlukan untuk mengarungi kehidupan
dunia, maka spiritualitas memerlukan makna bagi tindakan-tindakan manusia.
Spiritualitas yang baik biasanya tampak dari rasio dan emosi yang baik. Otak
menyediakan piranti emosi bagi manusia untuk melakukan tindakan yang mengarah
pada pemerolehan makna hidup, yaitu1) kesadaran diri, 2) manajemen suasana
hati, 3) motovasi diri, 4) empati, dan 5) manajemen relasi sosial. Untuk dapat
melakukan lima hal ini, rasio, emosi dan spiritualitas bekerja keras secara
simbiosis mutualistik. Ini adalah kunci-kunci sukses kehidupan.[19]
10.
Otak
laki-laki-otak perempuan
Dalam belajar, perempuan dan lelaki
memiliki learning dan thinking style yang berbeda. Karena itu
pengelolaan kelas akan jauh lebih efektif dan optimal jika kedua jenis kelamin
ini dibimbing menurut style masing-masing. Model pembelajaran tutorial
akan lebih optimal mengerahkan potensi kedua jenis kelamin ini. Namun, ini
tidak berarti harus ada pemisahan kelas antara kedua jenis kelamin. Yang paling
penting, pendidik harus bisa memahami bagaimana mereka berpikir sehingga lebih
mudah membimbing.
F.
Penelitian-Penelitian
Neurosains
1.
Mengajar
Neuroscience oleh Guru Sains: Pengajaran Berbasis Penemuan
Jurnal ini membahas:
Jurnal ini membahas:
Dalam pendidikan
sains, penyelidikan berbasis pendekatan untuk mengajar dan belajar menyediakan
kerangka kerja untuk siswa membangun berpikir kritis dan kemampuan memecahkan
masalah. Guru profesional fokus untuk mempromosikan reformasi pendidikan
tersebut. Tulisan ini melaporkan pada
dampak berkelanjutan, pengembangan profesional dalam program gabungan
neuroscience dan pengetahuan tentang neurobiologi dengan penyelidikan berbasis
pedagogi guru. Observasi kelas menunjukkan nilai profesional, pengembangan dalam
memperkuat penerapan penyelidikan berbasis praktik dan budidaya tahunan
terbukti progresif. Pertumbuhan di lingkungan kelas. Siswa harus mampu
mengidentifikasi masalah, memperoleh dan menggunakan informasi baru, memahami
sistem yang kompleks, penggunaan teknologi, dan menerapkan keterampilan
berpikir kritis dan kreatif. Para pendukung abad ke-21 mendukung metode siswa
sebagai pusat, misalnya: pembelajaran berbasis masalah.[20]
2.
Budaya Neuroscience
dari Diri: Pemahaman Landasan Sosial Otak
Budaya neuroscience adalah bidang interdisipliner penelitian yang meneliti
keterkaitan antara budaya, pikiran dan otak. Bidang ini muncul dari penelitian
yang bercita-cita memahami bagaimana budaya sebagai campuran dari nilai-nilai,
makna, konvensi, dan artefak yang merupakan realitas sosial sehari-hari yang
mungkin berinteraksi dengan pikiran dan yang mendasarinya adalah otak manusia
di setiap jalur budaya. Dalam tulisan ini, menunjukkan dimana proses otak
malleably dibentuk oleh alat-alat budaya dan praktek. Penulis jurnal membahas
budaya variasi dalam proses otak yang terlibat dalam representasi diri,
kognisi, emosi dan motivasi. Mereka kemudian mengusulkan (i) yang utama
nilai-nilai budaya seperti kemandirian dan saling ketergantungan tercermin
dalam komposisi tugas budaya (yaitu harian rutinitas yang dirancang untuk
mencapai nilai-nilai budaya) dan selanjutnya (ii) bahwa keterlibatan aktif dan
berkelanjutan dalam tugas hasil budaya bermotif kegiatan saraf otak, sehingga
meletakkan dasar untuk pembangunan diwujudkan dari diri dan identitas.[21]
3.
Bagaimana untuk
mencapai sinergi antara pendidikan kedokteran dan kognitif neuroscience?
Jurnal ini membahas:
Kognitif neuroscience mencoba
untuk memahami bagaimana pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang diproses di
otak dan saraf (Goswami 2006). Ada banyak alasan mengapa kognitif
neuroscience harus menyampaikan informasi penting terkait dengan pendidikan
(TLRP Commentary 2008). Pertama-tama, otak adalah organ utama yang
terlibat dalam belajar. Kedua, meningkatkan pendidikan, khususnya pada anak-anak,
merupakan prioritas di banyak negara. Ketiga, peningkatan pengetahuan
tentang fungsi otak yang mana dapat menginformasikan dan meningkatkan praktik pendidikan. Keempat,
neuroscience dengan cepat maju yang disertai dengan momentum yang
besar. Kelima, dan cukup relevan, pendekatan berbasis ilmiah dapat
mencegah pengenalan praktik pendidikan dipertanyakan di kelas (TLRP Commentary
2008). Keenam, sebuah revolusi multimedia yang terjadi yang akan memungkinkan
penyelidikan dan mempromosikan spektrum yang luas mengenai bagaimana manusia
belajar (Quellmalz dan Pellegrino 2009). Ketujuh, generasi baru peserta didik
mempertahankan teknologi dan melakukan perubahan (Kecil dan Vorgan 2008).
Alasan itu adalah kognitif neuroscience memiliki pengaruh yang terbatas dalam pendidikan. Sebuah penjelasan yang masuk akal untuk fenomena ini adalah adanya kesenjangan antara kognitif neuroscience dan pendidikan. Oleh karena itu adalah bagaimana untuk mengisi kesenjangan dan mencapai sinergi antara pendidikan medis dan kognitif neuroscience.[22]
Alasan itu adalah kognitif neuroscience memiliki pengaruh yang terbatas dalam pendidikan. Sebuah penjelasan yang masuk akal untuk fenomena ini adalah adanya kesenjangan antara kognitif neuroscience dan pendidikan. Oleh karena itu adalah bagaimana untuk mengisi kesenjangan dan mencapai sinergi antara pendidikan medis dan kognitif neuroscience.[22]
4.
Program Terpadu
Neurosains “Sebuah Pendekatan Alternatif Untuk Mengajar Neurosains untuk Siswa
Chiropractic”
Tujuan:
Sebagian besar perguruan tinggi chiropractic tidak menawarkan secara kursus
neuroscience karena yang sudah ramai kurikulum. Tujuan dari program ini
mengenalkan ilmu saraf kepada siswa, merangsang siswa tentang keterkaitan
neuroscience dan chiropractic, meningkatkan pemahaman siswa tentang ilmu saraf,
dan membantu siswa memahami mekanisme yang mendasari praktik chiropractic. Studi
ini memberikan analisis deskriptif tentang bagaimana terintegrasi neuroscience
Program ini diajarkan melalui sikap siswa terhadap ilmu saraf dan perbandingan
persepsi pengetahuan siswa tentang neuroscience.
Metode:
Sebuah kuesioner yang terdiri dari 58 pertanyaan mengenai neuroscience yang dilakukan oleh 339 siswa. Kuesioner ini dikembangkan oleh anggota fakultas yang terlibat dalam pengajaran neuroscience dan diberikan dalam kelas dengan anggota fakultas yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Sebuah kuesioner yang terdiri dari 58 pertanyaan mengenai neuroscience yang dilakukan oleh 339 siswa. Kuesioner ini dikembangkan oleh anggota fakultas yang terlibat dalam pengajaran neuroscience dan diberikan dalam kelas dengan anggota fakultas yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Hasil:
Persepsi pengetahuan mahasiswa tentang neuroscience: diketahui bahwa
kepercayaan diri, strategi pembelajaran, dan aplikasi pengetahuan meningkat
pesat melalui kuartal, terutama di kalangan mahasiswa.
Kesimpulan:
Program terpadu neuroscience mencapai beberapa tujuan, termasuk peningkatan
kepercayaan diri siswa, Sikap positif, kemampuan untuk belajar, dan persepsi
pengetahuan tentang neuroscience.[23]
5.
Kemajuan dalam
dasar neuroscience, Penelitian di Cina
Oleh: Mu-ming Poo dan Aike Guo
Oleh: Mu-ming Poo dan Aike Guo
Jurnal ini membahas:
Negara Kunci Laboratorium Otak dan ilmu kognitif, Institut Biofisika,
Chinese Academy of Sciences, Beijing 100101, Republik Rakyat Cina, Neuroscience
sebagai disiplin yang berbeda atau program penelitian telah menjadi peristiwa
yang baru-baru ini di sebagian besar Cina dan universitas di Chinese Academy of
Sciences. Namun, beberapa tahun terakhir telah menyaksikan pendanaan
meningkat dan lingkungan penelitian ditingkatkan untuk neuroscience, yang
keduanya memfasilitasi masuknya ahli saraf Cina dilatih di luar
negeri. Dalam ulasan ini, kami telah menyoroti beberapa kemajuan
penelitian terbaru yang dilakukan oleh ahli saraf di Cina. Tinjauan difokuskan terutama pada temuan yang
telah berkontribusi terhadap pemahaman tentang mekanisme yang mendasari
perkembangan otak, plastisitas saraf dan proses kognitif, dan degenerasi saraf.[24]
6.
Peran prediksi
dalam ilmu saraf sosial
Penelitian telah
menunjukkan bahwa otak terus membuat prediksi tentang kejadian di masa depan.
Teori prediksi dalam persepsi, tindakan dan pembelajaran menunjukkan bahwa otak
berfungsi untuk mengurangi kesenjangan antara harapan dan pengalaman aktual,
yaitu dengan mengurangi kesalahan prediksi. Model maju tindakan dan
persepsi mengusulkan generasi sebuah representasi internal prediksi dari hasil
sensorik yang diharapkan, yang cocok dengan umpan balik sensoris yang sebenarnya. Representasi
saraf ditemukan saat seseorang sendiri dan mengamati tindakan lain,
penghargaan, kesalahan, dan emosi seperti rasa takut dan rasa sakit.[25]
7.
Neuroscience di
Sekolah Menengah: Sebuah Strategi dan model Pengembangan Profesional Guru dalam
Kelas Sekolah Kedokteran
Tulisan ini
membahas:
Departemen
Neuroscience di University of Minnesota dan Museum Ilmu
Minnesota telah mengembangkan dan melaksanakan program sukses untuk sekolah menengah (kelas 5 - 8) guru dan siswa, yang disebut Brain Science. Pendidikan di sekolah tentang neuroscience, membangkitkan siswa tentang ilmu pengetahuan, meningkatkan pemahaman mereka tentang ilmu saraf, dan mengembangkan kemitraan antara ilmuwan dan pendidik. Program ini mencakup BrainU, multimedia presentasi dan kegiatan yang dirancang untuk merangsang pemikiran siswa tentang otak, Kegiatan Kelas, mendalam Permintaan berbasis investigasi, Trunks Otak dan, bahan dan sumber daya terkait dengan kegiatan kelas. Evaluasi formal dari program menunjukkan bahwa pengetahuan neuroscience guru, kepercayaan diri, dan penggunaan penyelidikan berbasis strategi dan ilmu saraf di kelas mereka telah meningkat. Guru mengajar ilmu saraf dan mengabdikan lebih banyak waktu untuk "Permintaan-based" mengajar versus "kuliah berbasis mengajar." Guru dihargai atas kemampuan pedagoginya dan ilmu pengetahuan serta diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan kelas lain. Minat siswa di otak dan dalam ilmu meningkat. Sejak menghadiri BrainU, guru telah melaporkan antusiasme meningkat sekitar pengajaran dan telah menjadi ahli ilmu otak dalam komunitas sekolah mereka.[26]
Minnesota telah mengembangkan dan melaksanakan program sukses untuk sekolah menengah (kelas 5 - 8) guru dan siswa, yang disebut Brain Science. Pendidikan di sekolah tentang neuroscience, membangkitkan siswa tentang ilmu pengetahuan, meningkatkan pemahaman mereka tentang ilmu saraf, dan mengembangkan kemitraan antara ilmuwan dan pendidik. Program ini mencakup BrainU, multimedia presentasi dan kegiatan yang dirancang untuk merangsang pemikiran siswa tentang otak, Kegiatan Kelas, mendalam Permintaan berbasis investigasi, Trunks Otak dan, bahan dan sumber daya terkait dengan kegiatan kelas. Evaluasi formal dari program menunjukkan bahwa pengetahuan neuroscience guru, kepercayaan diri, dan penggunaan penyelidikan berbasis strategi dan ilmu saraf di kelas mereka telah meningkat. Guru mengajar ilmu saraf dan mengabdikan lebih banyak waktu untuk "Permintaan-based" mengajar versus "kuliah berbasis mengajar." Guru dihargai atas kemampuan pedagoginya dan ilmu pengetahuan serta diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan kelas lain. Minat siswa di otak dan dalam ilmu meningkat. Sejak menghadiri BrainU, guru telah melaporkan antusiasme meningkat sekitar pengajaran dan telah menjadi ahli ilmu otak dalam komunitas sekolah mereka.[26]
8.
Why Mental Arithmetic Counts:
Brain activation during single digit arithmetic predicts high-school math
scores. (Apakah perbedaan
mekanisme otak individu
untuk aritmatika mendasari
variabilitas dalam
kompetensi matematika SMA?)
Jurnal ini membahas:
Menggunakan pencitraan
resonansi magnetik fungsional (fMRI),
kami berkorelasi
respon otak
untuk perhitungan digit
tunggal dengan nilai
standar pada awal
Scholastic Aptitude
Test (PSAT) matematika
subtest senior
inhigh-sekolah.
Nilai matematika PSAT,
sementara mengendalikan
PSAT skor
Membaca Kritis,
berkorelasi positif dengan aktivasi
perhitungan gyrus
supramarginal kiri
dan bilateral korteks
singulata bagian depan, daerah
otak yang dikenal sebagai terlibat
selama aritmatika fakta
pengambilan. Pada
saat yang sama, aktivasi yang lebih besar di
bagian kanan sulkus intraparietal
(IPS) selama
perhitungan, daerah
didirikan untuk terlibat
dalam numerik pengolahan
kuantitas, terkait tolower
PSAT nilai
matematika. Data ini menunjukkan
bahwa relatif keterlibatan
mekanisme otak
yang terkait perhitungan withprocedural
versus berbasis
memori masalah
aritmatika satu
digit berhubungan dengan tingkat
kompetensi matematika
SMA, menyoroti
peran mendasar yang aritmatika
mental kefasihan memainkan
akuisisi kompetensi matematika
tingkat yang lebih tinggi.[27]
9.
Developmental
cognitive neuroscience of arithmetic: implications for learning and education (Perkembangan
kognitif neuroscience aritmatika: implikasi untuk pembelajaran dan pendidikan)
Pada artikel ini,
otak dan proses kognitif yang mendasari perkembangan keterampilan aritmatika.
Ulasan ini berfokus terutama pada pengembangan keterampilan aritmatika pada
anak-anak, tetapi juga merangkum temuan yang relevan dari orang dewasa yang
tubuh yang lebih besar penelitian saat ini ada. Kami mengintegrasikan temuan
dan teori-teori yang relevan dari psikologi eksperimental dan kognitif
neuroscience. Kami menggambarkan neuroanatomy fungsional proses kognitif yang
mempengaruhi dan memfasilitasi pengembangan keterampilan aritmatika, termasuk
perhitungan, pengambilan, penggunaan strategi, keputusan keputusan, serta
memori dan perhatian bekerja. Membangun temuan terbaru dari fungsional studi
pencitraan otak, kita menjelaskan peran daerah otak didistribusikan dalam
pengembangan keterampilan matematika. Kami menyoroti model perkembangan saraf
yang melampaui korteks parietal peran dalam pengolahan angka dasar, yang
mendukung beberapa sistem saraf dan jalur yang terlibat dalam matematika
pengolahan informasi. Dari sudut pandang ini, kita garis area untuk studi masa
depan yang dapat membantu untuk menjembatani kesenjangan antara ilmu saraf
kognitif pengembangan keterampilan aritmetika dan praktek pendidikan.[28]
10.
Implications of Affective and
Social Neuroscience for Educational Theory
“Implikasi Neurosains Afektif
dan Sosial
pada Teori Pendidikan”
Penelitian tentang emosi
dan proses sosial ini menghasilkan
dua poin diantaranya: Pertama, emosi
dan kognisi saling
terkait, dan melibatkan interaksi
antara tubuh dan pikiran. Kedua
proses, sosial
dan pembelajaran terjadi
melalui internalisasi penafsiran
subjektif kita, kedua hasil
dari neuroscience bisa
memiliki implikasi penting untuk
desain pembelajaran lingkungan,
untuk menemukan ini
akan memerlukan rekonsiliasi
dibentuk teori
belajar pendidikan dengan
bukti neurobiological saat
ini.[29]
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan
neurosains adalah ilmu yang khusus mempelajari neuron (sel saraf).
Sedangkan neurosains pembelajaran adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan
sistem saraf dengan pembelajaran dan perilaku. Dapat diketahui bahwa otak
terbagi menjadi empat yaitu: pertama, Cerebrum atau otak besar, Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa,
kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kedua, Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Ketiga, Brainstem (Batang Otak), Batang otak (brainstem)
berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang
sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,
mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight
or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Keempat, Sistem limbik berfungsi
menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa
haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori
jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, C. Elliot and Martin Brüne, The Role of Prediction In Social Neuroscience, Frontiers in Human Neuroscience, Vol. 6, 147, 2012
Dharma, Agus Dharma, (ed), Pengantar
Psikologi Edisi Kedelapan Edisi II, Jakarta: Erlangga, 1983
Dharma, Agus, (ed), Pengantar
Psikologi Edisi Kedelapan Edisi I, Jakarta: Erlangga, 1983
DJ, Ruiter, Van Kesteren MT, Fernandez G, How To Achieve Synergy Between Medical Education and Cognitive Neuroscience? An Exercise on Prior Knowledge In Understanding, (NCBI) Adv Health Sci Educ Theory Pract., 17(2):225-240, 2012
He, Xiaohua, MD, James La Rose, MD, and Niu Zhang, MD Integrated Neuroscience
Program an Alternative Approach to Teaching Neurosciences to Chiropractic
Students, Chiropractic Education Journal, Vol. 23, No. 2, 2009
http://www.news-medical.net/news/20110928/13614/Indonesian.aspx
Immordino, Helen Mary, Implications
of Affective and Social Neuroscience for Educational Theory, Educational
Philosophy and Theory,Vol. 43, No. 1, 2011
Kalat, W.J, Biopsikologi, Jakarta:
Salemba Humanika, 2010
Ki Fudyartanta, Psikologi Umum,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011
Kitayama, Shinobu
and Jiyoung Park, Cultural Neuroscience of The Self: Understanding The Social
Grounding of The Brain, Social Cognitive and Affective
Neuroscience, Vol. 5 (2-3), 111-129, 2010
Kushartanti, Wara, Neurosains dalam Pembelajaran
di TK, dalam file pdf
Menon, Menon, Developmental Cognitive Neuroscience of Arithmetic: Implications for Learning and Education, NCBI (US National Library of Medicine), 42(6): 515–525
Nabb, Macc Carrie, Neuroscience
in Middle Schools: A Professional Development and Resource Program That Models
Inquiry-based Strategies and Engages Teachers in Classroom Implementation, CBE—Life
Sciences Education, Vol. 5, 144–157, 2006
Pasiak, Taufik, Brain Management for self
improvement, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007
Pasiak, Taufik, Manajemen
Kecerdasan Memberdayakan IQ, EQ dan SQ untuk Kesuksesan Hidup, Bandung: PT.
Mizan Pustaka, 2006
Po, Muming and Aike
Guo, Some Recent Advances In Basic Neuroscience Research in
China, Philosophical Transactions of The Royal Society, vol.
362 no. 1482, 1083-1092, 2007
Price, R Gavin, Michèle Mazzocco, and Daniel Ansari, Why Mental Arithmetic Counts:
Brain activation during single digit arithmetic predicts high-school math
scores, Behavioural/Systems/Cognitive, Journal of Neuroscience, 33(1):156
(2013)
Roehrig, G. H, M.
Michlin, L. Schmitt, C. MacNabb, dan J. M. Dubinsky, Neuroscience Teaching Science
for Teachers:
Facilitating Translation of Teaching Inquiry-Based
Instruction for the Classroom, CBE-Life Sciences Education, Vol. 11,
413-424, 2012
Ruben, Mark Jean & Ann Daufur, 49
Langkah Mencerdaskan Otak Merawat Daya Pikir Sejak Dini, Jakarta: Almahira,
2009
Schunk, H. Dale, Learning
Theories An Educational Perspektif, terj. Eva Hamidah dan Rahmat Fajar,
Cet. I, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012
Semiawan, R Conny, Kreativitas
Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana, Jakarta: PT Indeks, 2009
[1] Taufik Pasiak, Manajemen Kecerdasan Memberdayakan IQ, EQ dan SQ
untuk Kesuksesan Hidup, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2006), hlm. 46.
[2] Dale H. Schunk, Learning Theories An Educational Perspektif,
terj. Eva Hamidah dan Rahmat Fajar, Cet. I, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),
hlm. 20.
[3] Ki Fudyartanta, Psikologi Umum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), hlm. 103.
[4] Agus Dharma, (ed), Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan Edisi
I, (Jakarta: Erlangga, 1983), hlm. 44.
[5] Agus Dharma, (ed), Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan Edisi
I, (Jakarta: Erlangga, 1983), hlm. 47
[6] Dr. Jean Mark Ruben & Ann Daufur, 49 Langkah Mencerdaskan Otak
Merawat Daya Pikir Sejak Dini, (Jakarta: Almahira, 2009), hlm. 7
[7] Dale H. Learning Theories..., hlm. 48
[8] Dale H., Learning Theories....., hlm. 49-50.
[9] Agus Dharma, (ed), Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan Edisi
II, (Jakarta: Erlangga, 1983), hlm. 83
[10] Agus Dharma, (ed), Pengantar...., hlm. 85
[11] Pasiak, Manajemen....,hlm. 74.
[12] Conny R. Semiawan, Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan
Bagaimana, (Jakarta: PT Indeks, 2009), hlm.
54.
[13] J.W. Kalat, Biopsikologi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010)
hlm. 134.
[15] Wara Kushartanti, Neurosains dalam Pembelajaran di TK, dalam
file pdf.
[16] Taufik Pasiak, Brain Management for self improvement, (Bandung:
PT Mizan Pustaka, 2007), hlm. 239.
[17] Pasiak, Manajemen....., hlm. 47
[18] Ibid., hlm. 52
[19] Ibid., hlm. 60
[20] G. H. Roehrig, M. Michlin, L. Schmitt, C. MacNabb, dan J. M. Dubinsky, Neuroscience Teaching Science
for Teachers:
Facilitating Translation of Teaching Inquiry-Based
Instruction for the Classroom, CBE-Life
Sciences Education, Vol. 11, 413-424, 2012.
[21] Shinobu
Kitayama and Jiyoung Park, Cultural Neuroscience of The Self: Understanding The
Social Grounding of The Brain, Social Cognitive and Affective
Neuroscience, Vol. 5 (2-3), 111-129, 2010.
[22] Ruiter DJ, Van Kesteren MT, Fernandez G, How To Achieve Synergy Between Medical Education and Cognitive Neuroscience? An Exercise on Prior Knowledge In Understanding, (NCBI) Adv Health Sci Educ Theory Pract., 17(2):225-240, 2012.
[23] Xiaohua He, MD, James La
Rose, MD, and Niu Zhang, Integrated
Neuroscience Program an Alternative Approach to Teaching Neurosciences to
Chiropractic Students, Chiropractic Education Journal, Vol. 23, No. 2,
2009.
[24] Mu-ming
Poo and Aike
Guo, Some Recent Advances In Basic Neuroscience Research in
China, Philosophical Transactions of The Royal Society, vol.
362 no. 1482, 1083-1092, 2007.
[25] Elliot C. Brown and Martin Brüne, The Role of Prediction In Social Neuroscience, Frontiers in Human Neuroscience, Vol. 6, 147, 2012.
[26] Carrie Mac Nabb, Neuroscience
in Middle Schools: A Professional Development and Resource Program That Models
Inquiry-based Strategies and Engages Teachers in Classroom Implementation, CBE—Life
Sciences Education, Vol. 5, 144–157, 2006
[27] Gavin R. Price, Michèle Mazzocco, and Daniel Ansari, Why Mental Arithmetic Counts:
Brain activation during single digit arithmetic predicts high-school math
scores, Behavioural/Systems/Cognitive, Journal of Neuroscience
33(1):156
(2013)
[28] Venod Menon, Developmental Cognitive Neuroscience of Arithmetic: Implications for Learning and Education, NCBI (US National
Library of Medicine), 42(6): 515–525.
[29] Mary Helen
Immordino, Implications of Affective and Social Neuroscience for Educational
Theory, Educational Philosophy and Theory,Vol. 43, No. 1, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar